PATOFISIOLOGI
Vasopresin arginin merupakan suatu hormon
antidiuretik yang dibuat di nucleus supraoptik, paraventrikular , dan
filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya yaitu neurofisin II.
Vasopresin kemudian diangkut dari badan sel neuron (tempat pembuatannya),
melalui akson menuju ke ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis
posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin
dan neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu.
Sekresi vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan
osmotic. Peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan volume
intravaskuler akan merangsang sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian
meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui
suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP
siklik. Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolalitas serum menurun.
Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan dengan batas yang sempit
antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O.
Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat
menyebabkan pengumpulan air pada duktus pengumpul ginjal karena berkurang permeabilitasnya,
yang akan menyebabkan poliuria atau banyak kencing.
Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma akan
merangsang pusat haus, dan sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan menekan
pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat haus lebih tinggi dibandingkan ambang
rangsang sekresi vasopresin. Sehingga apabila osmolalitas plasma meningkat,
maka tubuh terlebih dahulu akan mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang
apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi
orang tersebut minum banyak (polidipsia).
Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi
menjadi 2 yaitu diabetes insipidus sentral, dimana gangguannya pada vasopresin
itu sendiri dan diabetes insipidus nefrogenik, dimana gangguannya adalah karena
tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin.
Diabetes insipidus sentral dapat disebabkan oleh
kegagalan pelepasan hormone antidiuretik ADH yang merupakan kegagalan sintesis
atau penyimpanan. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik,
paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu,
DIS juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson
traktus supraoptikohipofisealis dan aksin hipofisis posterior di mana ADH
disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis
ADH, atau sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau
kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi normal. Terakhir, ditemukan bahwa DIS
dapat juga terjadi karena terbentuknya antibody terhadap ADH.
MANIFESTASI
KLINIS
1. Poliuria
: urine yang dikeluarkan setiap hari bisa sampai lebih dari 20L.urine sangat
encer dengan berat jenis 1,005.
2. Polidipsia
karena rasa haus yang berlebihan
3. Tidur
terganggu karena poliuria dan nokturia
4. Penggantian
air yang tidak cukup bisa mengakibatkan:
-
Hiperosmolalitas dan gangguan SSP (cepat
marah, disorientasi, koma dan hipertermia)
-
Hipovolemia, hipotensi, takikardia,
mukosa kering dan turgor kuli buruk
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jika dicurigai penyebab poliuria adalah Diabetes
Insipidus, maka harus dilakukan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dan untuk
membedakan apakah jenis Diabetes Insipidus yang dialami karena
penatalaksanaan dari dua jenis diabetes insipidus ini berbeda. Ada
beberapa pemeriksaan pada Diabetes Insipidus, antara lain:
1.
Hickey
Hare atau Carter-Robbins
Hickey-Hare tes adalah uji endokrin
untuk menyelidiki osmoregulasi. Cairan NaCl hipertonis diberikan IV dan akan
menunjukkan bagaimana respon osmoreseptor dan daya pembuatan ADH.
a.
Infus dengan dexrose dan air sampai
terjadi diuresis 5 ml/menit (biasanya 8-10 ml/menit).
b.
Infuse di ganti dengan NaCl
2,5% dengan jumlah 0,25 ml/menit/kg BB di pertahankan selama 45 menit
c.
Urin ditampung selama 15
menit.
Penilaian
: kalau normal dieresis akan
menurun secara mencolok
Perhatian
: pemeriksaaan ini cukup
berbahaya
2.
Water
Deprivation Test
Pemeriksaan yang paling sederhana dan
paling dapat dipercaya untuk diabetes insipidus adalah water deprivation test.
Selama menjalani pemeriksaan ini penderita tidak boleh minum dan bisa terjadi
dehidrasi berat. Oleh karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan di rumah sakit
atau tempat praktek dokter. Pembentukan air kemih, kadar elektrolit darah (natrium)
dan berat badan diukur secara rutin selama beberapa jam. Segera setelah tekanan
darah turun atau denyut jantung meningkat atau terjadi penurunan berat badan
lebih dari 5%, maka tes ini dihentikan dan diberikan suntikan hormon
antidiuretik.
Pengujian dilanjutkan dengan:
3.
Uji nikotin
a. Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam sebanyak 3 batang dalam waktu 15-20 menit.
b. Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas setiap sample urin sampai osmolalitas/ berat jenis urin menurun bidandingkan dengan sebelum menghisap nikotin.
a. Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam sebanyak 3 batang dalam waktu 15-20 menit.
b. Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas setiap sample urin sampai osmolalitas/ berat jenis urin menurun bidandingkan dengan sebelum menghisap nikotin.
Kemudian uji coba dianjutkan dengan
:
4.
Uji vasopressin
a. Berikan pitresin dalam minyak 5u, intramuskular.
b. Ukur voume, berat jenis dan osmolalitas urin pada diuresis berikutnya atau satu jam kemudian.
a. Berikan pitresin dalam minyak 5u, intramuskular.
b. Ukur voume, berat jenis dan osmolalitas urin pada diuresis berikutnya atau satu jam kemudian.
Pemeriksaan
laboratorium
Darah, urinalisis fisis dan kimia. Jumlah urin
biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis bervariasi dari
1,001-1,005 dengan urin yang encer. Urin pucat atau jernih. Kadar natrium
urin rendah. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar natrium yang tinggi
dalam darah. Fungsi ginjal lainnya tampak normal.
Apapun pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk
mengetahui volume, berat jenis, atau konsentrasi urin. Sedangkan untuk
mengetahui jenisnya, dapat dengan memberikan vasopresin sintetis, pada Diabetes
Insipidus Sentral akan terjadi penurunan jumlah urin, dan pada Diabetes
Insipidus Nefrogenik tidak terjadi apa-apa.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan
diabetes insipidus adalah :
Pertama, apakah yang menyebabkan poliuria tersebut
adalah pemasukan bahan tersebut (dalam hal ini air) yang berlebihan ke ginjal
atau pengeluaran yang berlebihan. Bila pada anamnesa ditemukan bahwa pasien
memang minum banyak, maka wajar apabila poliuria itu terjadi.
Kedua, apakah penyebab poliuria ini adalah faktor
renal atau bukan. Poliuria bisa terjadi pada penyakit gagal ginjal akut pada
periode diuresis ketika penyembuhan. Namun, apabila poliuria ini terjadi karena
penyakit gagal ginjal akut, maka akan ada riwayat oligouria (sedikit kencing).
Ketiga, apakah bahan utama yang membentuk urin pada
poliuria tersebut adalah air tanpa atau dengan zat-zat yang terlarut. Pada
umumnya, poliuria akibat Diabetes Insipidus mengeluarkan air murni, namun tidak
menutup kemungkinan ditemukan adanya zat-zat terlarut. Apabila ditemukan
zat-zat terlarut berupa kadar glukosa yang tinggi (abnormal) maka dapat
dicurigai bahwa poliuria tersebut akibat DM yang merupakan salah satu
Differential Diagnosis dari Diabetes Insipidus.
Diagnosis diabetes insipidus semakin kuat jika
sebagai respon terhadap hormon antidiuretik:
-
pembuangan air kemih yang berlebihan
berhenti
-
tekanan darah naik
-
denyut jantung kembali normal
PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan
terapi adalah
1. Untuk
menjamin penggantian cairan yang adekuat
2. Mengganti
vasopresin (yang biasanya merupakan program terapeutik jangka panjang)
3. Untuk
meneliti dan mengoreksi kondisi patologis intrakranial yang mendasari.
Penyebab
nefrogenik memerlukan penatalaksanaan yang berbedaa
Penggantian dengan vasopresin. Desmopresi
(DDAVP), yaitu suatu preparat sintetik vasopresin yang tidak memiliki efek
vaskuler ADH alami, merupakan preparat yang sangat berguna karena mempunyai
durasi kerja yang lebih lama dan efek samping yang lebih sedikit jika
dibandingkan dengan preparat lain yang pernah digunakan untuk mengobati
penyakit ini. Preparat ini diberikan intranasal dengan menyemprotkan larutan
obat ke dalam hidung melalui pipa plastik fleksibel yang sudah dikalibrasi. Dua
hingga empat kali pemberian perhari telah dapat mengendalikan gejala diabetes
insipidus. Preparat lypressin (Diapid) merupakan preparat yang kerjanya singkat
dan diabsorsi lewat mukosa nasal ke dalam darah ; namun, kerja preparat ini
mungkin terlampau singkat bagi penderita diabetes insi pidus yang berat. Jika
kita akan menggunakan jalur intranasal dalam pemberian suatu obat, observasi
kondisi pasien untuk mengetahui adanya rinofaringitis kronis.
Bentuk
terapi yang lain adalah penyuntikan intramuskuler ADH, yaitu vasopresin tannat
dalam minyak yang dilakukan bila pemberian intranasal tidak dimungkinkan.
Preparat suntikan ini diberikan tiap 24-96 jam. Botol obat suntik harus
dihangatkan dahulu atau diguncang dengan kuat sebelum obat disuntikkan.
Penyuntikkan dilakukan pada malam hari agar hasil yang optimal dicapai pada
saat tidur. Kram abdomen merupakan efek samping obat tersebut. Rotasi lokasi
penyuntikkan harus dilakukan untuk menghindari lipodistrofi.
Mempertahankan cairan.
Klofibrat, merupakan preparat hipolipidemik, ternyata memiliki efek
antidiuretik pada penderita diabetes insipidus yamg masih sedikit mengalami
vasopresin hipotalamik. Klorpropamin (Diabinese) dan preparat tiazida juga
digunakan untuk penyakit yang ringan karena kedua preparat tersebut menguatkan
kerja vasopresin. Pasien yang menerima klorpropamid harus diingatkan tentang
kemungkinan reaksi hipoglikemik.
Penyebab nefrogenik.
Jika diabetes insipidus tersebut disebabkan oleh gangguan ginjal, tetapi terapi
ini tidak akan efektif. Preparat tiazida, penurunan garam yang ringan dan
penyekatan prostaglandin (ibuprefen, indomestasin serta aspirin) digunakan
untuk mengobati bentuk nefrogenik diabetes insipidus.
Pengobatan
yang lazim di pakai untuk pasien dengan dibetes insifidus nefrogenik adalah
diet rendah natriun, rendah protein, dan obat diuretik (thiaside). Diet yang
rendah garam dengan obat diuretik diharapkan dapat menyebabkan sedikit
pengurangan volume cairan. Sedikit pengurangan volume cairan dapat meningkatkan
reabsorpsi natrium klorida dan air pada tubula renal sehingga sedikit air yang diekskresikan.
Diuretik dapat meningkatkan osmolalitas pada ruang intertisialmedular sehingga
lebih banyak air yang diabsorpsi dalam tubulus koligentes. Terapi yang lain
untuk menangani diabetes insipidus nefrogenik adalah pemberian obat
anti-inflamasi nonsteroid.obat ini mencegah produksi prostagladin oleh ginjal
dan bisa menambah kemampauan ginjal untuk mengonsentrasi urin.
Apabila
pasien menunjukan tanda-tanda hipertermia disertai dengan tanda-tanda gangguan
SSP, misalnyanletargi, disorientasi, hiperteri, pasien dapat di berikan
dekstros dalam air atau minum air biasa kaalau ia bisa minum. Pengganti air
yang hilang dilakukan dalam 48 jam dengan hati-hati karena bisa mengakibatkan
edema.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar